Thursday, May 31, 2007

Metafor Ibadah 2: Jendela

Jendela berfungsi untuk melihat "keluar" (beyond). Demikian pula ibadah. Ibadah dapat berfungsi sebagai jendela bagi kita untuk melihat realita surgawi yang "melampaui" realita duniawi. Ketika kita mengikuti ibadah, kita mengarahkan mata dan telinga rohani kita untuk menyaksikan dan mendengarkan Allah. Ibadah yang baik seharusnya memberikan kita banyak kesempatan untuk menjangkau realita rohani itu.

Supaya kita dapat menjangkau realita rohani dalam ibadah, kita perlu melatih imajinasi. Sayangnya, orang Kristen seringkali memandang sebelah mata akan fungsi dan arti penting imajinasi dalam ibadah. Imajinasi adalah fungsi pikiran kita yang sangat powerful dan indah. Saya rasa Paulus pun sering berimajinasi tentang realita surgawi, "Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka." (1 Kor 11:13)

Tentu saja, imajinasi kita harus tertib dan dipimpin Firman Tuhan. Membaca kitab Wahyu 4-5 dapat menjadi salah satu contoh bagaimana kita melatih imajinasi kita.
Awalnya memang tidak mudah untuk menghidupkan imajinasi dalam ibadah. Perlu latihan untuk memfokuskan pikiran dan memperkaya imajinasi.

Saya pun melatih imajinasi saya dalam ibadah. Ketika saya menyanyi, maka saya membayangkan bahwa saya di tengah lautan orang percaya yang mengumandangkan pujian bersama-sama kepada Tuhan. Ketika saya mendengarkan kalimat pengampunan dari liturgis, maka saya membayangkan Kristus sendiri yang mengucapkannya di atas kayu salib. Ketika saya menyambut doa berkat, maka saya membayangkan Kristus dengan lembut dan penuh kasih memeluk saya sambil menggenggam tangan saya sebelum saya "masuk kembali" ke dunia yang berdosa. Ibadah tidak akan pernah sama lagi bila kita mengikutinya dengan mata dan telinga rohani yang melibatkan imajinasi.

Jika ada pemandangan yang lebih indah di balik jendela, kita tidak mungkin menikmati jendelanya, bukan? Kita pasti ingin melihat pemandangan yang ada di balik jendela itu. Ironisnya, inilah kenyataan yang seringkali terjadi dalam ibadah. Kita lebih menyukai dan menikmati ibadah itu sendiri daripada kenyataan rohani yang tersedia melalui ibadah. Kita lebih menyukai gaya kepemimpinan liturgis atau worship leader. Kita lebih menikmati aspek musikal lagunya ketimbang menyelami kedalaman rohani lagu tersebut. Kita lebih menikmati gedung gerejanya. Semoga metafor ibadah sebagai jendela menyadarkan kita untuk beralih dari menikmati jendelanya ke pemandangan yang lebih indah di balik jendela itu yaitu Allah sendiri.

No comments: